Tindaklanjuti Keluhan Warga, Komisi 3 DPRD Melawi Kunker ke Pabrik Kelapa Sawit PT SIP

oleh -231 views
Foto bersama usai gelar pertemuan

MELAWINEWS.COM, MELAWI – Komisi 3 DPRD Melawi melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke pabrik kelapa sawit PT Samboja Inti Perkasa (SIP) yang beroperasi di Desa Pemuar, Kecamatan Belimbing, dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan serta menyerap aspirasi terkait keluhan dari warga dan melihat secara langsung perkembangan pabrik dari bebagai aspek, Kamis (21/9/2023).

Kunker dipimpin langsung Ketua Komisi 3 Yordanes didampingi Sekretaris Rindau serta anggota H. Heri Iskandar, Dafhet Sabjanoba, Oktafianus dan Supardi, melibatkan instansi terkait di Pemkab Melawi yakni Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Dinas Lingkungan Hidup.

Kedatangan Komisi 3 bersama rombongan diterima langsung Manager PT SIP, Arpan S. Harahap bersama jajaran di ruang pertemuan gedung pabrik PT SIP.

Dalam pertemuan ini, Komisi 3 menilai, sejak pabrik berdiri hingga kini operasional pabrik yang mengolah TBS sawit menjadi CPO ini masih memiliki sejumlah persoalan, utamanya terkait belum adanya lahan kebun milik sendiri yang menyuplai 20 persen buah untuk kebutuhan pabrik, pencemaran lingkungan dari limbah sawit dan polusi pabrik yang mengeluarkan aroma tak sedap.

Ketua Komisi 3, Yordanes menyampaikan, kendati beradanya PT SIP membantu masyarakat atau petani, namun ada beberapa persoalan terkait masalah perizinan. Mulai dari kapan izin pabrik keluar dan izin untuk pelaksanaan operasional.

DPRD, lanjutnya, pernah mempertanyakan terkait implementasi perizinan PT SIP sesuai dengan Permentan Nomor 98 tahun 2013 (diubah Permentan nomor 21 tahun 2017) dimana perusahaan pengolahan wajib memiliki kebun sendiri yang memenuhi minimal 20 persen bahan baku dari kapasitas pabrik.

“Izin PT SIP lahan untuk kebun sebesar 20 persen sudah dikeluarkan tapi belum ada action. Padahal, dalam Permentan jelas, bila PT SIP tidak melaksanakan ada sanksi,” kata Yordanes.

Dikatakan Yordanes, pihaknya juga pernah mempertanyakan ke dinas terkait, apakah pernah memberikan teguran atau peringatan ke PT SIP.

“Kalau tidak diindahkan jelas dalam Permentan, izin akan dicabut. Hanya belum tahu apakah sudah dijalankan dinas atau perusahaan. Dinas sudah semestinya memberikan teguran bila lahan kebun 20 persen tersebut belum juga tersedia,” ujar legislator Partai Demokrat itu.

Selain itu, Yordanes juga mempertanyakan AMDAL, karena pabrik berdiri di lingkungan masyarakat, baik rumah, sekolah, dan tempat ibadah. Apakah AMDAL nya sudah ada izin secara resmi karena efeknya bagi masyarakat luar biasa terutama bagi masyarakat dan sekolah yang tak jauh dari pabrik.

Anggota Komisi III, Rindau turut menambahkan dirinya kerap mendengar keluh kesah masyarakat, terutama masyarakat dekat pemukiman pabrik. Keluhannya mencium bau tak sedap. Aliran sungai, katanya ada pencemaran atau bocor.

Anggota Komisi 3 lainnya, H. Heri Iskandar mempertanyakan terkait dispensasi aturan pembelian TBS. Karena PT SIP tidak punya kebun, apakah pembelian buah melalui koperasi atau mandiri atau dengan pola lainnya.

Heri menegaskan, dirinya sudah mengikuti perkembangan pembangunan PT SIP, termasuk bahkan pernah masuk dalam Hak Angket DPRD Melawi,

“Soal lahan PT SIP, karena yang salah bukan perusahaan, tapi yang memberi izin. Kita sudah beberapa alternatif, dulu kalau tak ada kebun, mestinya ada kemandirian. Kemudian kepemilikan lahan di Kecamatan Pinoh Utara, hanya sampai sekarang belum ada action. Padahal di Pinoh Utara selain PT SIP, juga ada perusahaan kelapa sawit yang sudah banyak pembebasan lahan.

Manajer PT SIP, Arpan S. Harahap, menjawab beberapa pertanyaan dari Komisi III menjelaskan, terkait dengan pencemaran air, serta keluhan bau, sudah ada pengujian dan sertifikasi terhadap kondisi air hingga udara dan bau secara rutin oleh konsultan. Pihak penguji sendiri bekerja secara indenpenden tanpa bisa dinternvensi. Mereka melakukan pengecekan di lapangan, baik di hulu hingga hilir Sungai.

“Masalah perizinan, 2017 kita dapat izin. Untuk lingkungan, kita masih pakai UKL UPL mengikuti (aturan) yang lama. Hanya aturan baru, sekarang lebih dari 10 ha harus AMDAL, ini akan ditindaklanjuti dan sekarang sudah diproses. Kita juga berkoordinasi dengan DLH. Dari perubahan UPL UKL ke AMDAL. Karena aturan ini baru,” kata Harahap.

Harahap juga menegaskan izin yang dimiliki PT SIP lengkap. Pabrik sudah beroperasi pada 2019. Terkait kewajiban lahan 20 persen dari kapasitas bahan baku ia berharap dari dengan adanya pertemuan ini, bisa disampaikan pada manajemen di atas agar bisa diperjelas bagaimana kedepannya.

Lebih lanjut dikatakan Harahap, untuk izin upgrade kapasitas pabrik dari 45 ton per jam menjadi 60 ton per jam sudah ada.

“Hanya untuk lahan akan kami diskusi. Untuk memenuhi kebutuhan TBS, Harahap mengungkapkan ada enam koperasi yang saat ini bekerjasama dengan PT SIP,” jelas Harahap.