MELAWINEWS.COM, MELAWI – Fraksi Partai Gerindra DPRD Melawi kembali angkat bicara terkait persoalan belum dilantikanya Sekretaris DPRD (Sekwan) Melawi.
Belum dilantiknya Sekwan defenitif, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Melawi, Iif Usfayadi, menyesalkan sikap Bupati Melawi, Panji, yang tak kunjung melantik Sekwan hingga batas waktu pelantikan tanggal 7 Januari 2020 lalu.
“Padahal, Pemkab Melawi, melalui bupati sudah dibantu proses lelang jabatan terbuka dalam memilih dari tiga pejabat yang akan menduduki kursi Sekwan, ditindaklanjuti rekomendasi satu nama dari DPRD Melawi yang diminta bupati. DPRD merekomendasikan Syaiful Khair,” kata Iif Usfayadi, Selasa (14/1).
Karena itu, lanjut Iif, sangat menyesalkan Bupati Panji tidak juga melantik Sekwan, berdasarkan nama rekomendasi yang sudah diserahkan DPRD Melawi yang telah memilih salah satu dari tiga pejabat yang lolos proses lelang jabatan (open bidding) menjadi Sekwan definitif.
Menurut Iif, dalam hal ini, bupati telah mengabaikan dua persetujuan pimpinan DPRD yang diminta oleh bupati sendiri yakni satu surat perintah melantik dari KASN dan perintah lisan dari Gubernur Provinsi Kalbar.
“Dalam masa Pelaksana Tugas (Plt) Sekwan, bupati telah melakukan dua kali pelantikan pejabat eselon 2 hasil open bidding, namun, bupati tidak mau melantik Sekwan. Kami berkesimpulan, bahwa bupati secara implisit dan ekplisit telah menolak melantik,” sebut mantan Wakil Ketia DPRD Melawi itu.
Dikatakan iif, yang telah diatur dalam pasal 205 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa, Sekretariat DPRD kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud Pasal 204 ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris DPRD kabupaten atau kota yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Bupati/Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota.
Pada Pasal 31 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah ditegaskan pula, Sekretaris DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Bupati/ Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota setelah berkonsultasi dengan pimpinan fraksi.
Selain itu, sambung Iif, bahwa gubernur sudah mempunyai dasar hukum yang kuat untuk mengambil alih pelantikan. Karena berdasarkan pasal 235 ayat (2) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, jika Kepala Daerah menolak melantik kepala Perangkat Daerah (Kadis, kaban, sekwan) hasil seleksi yang diatur pada pasal 234 UU 23/2014, maka Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah akan mengangkat/melantik kepala Perangkat Daerah di Kabupaten/Kota.
“Berdasarkan pasal 205 ayat (2) dengan sendirinya tidak bisa dipakai dalam proses pengangkatan Sekwan, karena Kepala Daerah sampai batas akhir pelantikan tidak juga melantik. kondisi ini disebut tidak normal,” ujarnya.
Ia menuturkan, bahwa pengangkatan adalah penerbitan surat keputusan (SK), sedangkan pelantikan adalah seremonial pengesahan pelantikan. “Kami sedang mendorong pimpinan DPRD untuk segera bersikap, agar mengirim surat kepada Gubernur,” imbuhnya.
Ditambahkan, menurut UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bahwa Kepala Daerah yang akan mengikuti Pilkada dibatasi 6 bulan sebelum ditetapkan sebagai calon yaitu sampai tanggal 7 Januari 2020 tidak boleh melantik, kecuali mendapat ijin dari Mendagri.