MELAWINEWS.COM, MELAWI – Dampak banjir dirasakan sangat luas oleh ratusan ribu jiwa penduduk. Pemetaan terkait kebutuhan masyarakat terdampak banjir pun diperlukan sebagai upaya mitigasi dan antisipasi banjir kedepan.
Hal ini disampaikan dalam kegiatan Diseminasi Hasil Pemetaan Bersama Analisis Penilaian Kebutuhan (Join Need Assessment), dan rekomendasi Kesiapsiagaan Bencana Banjir Kabupaten Melawi 2021 yang digelar Wahana Visi Indonesia bersama Pemkab Melawi, Kamis (16/12) di Aula Kantor Bupati Melawi.
Manajer Area Wahana Visi Indonesia Wilayah Sintang dan Melawi, Margareta Siregar dalam paparannya mengungkapkan Analisis Penilaian Kebutuhan dilakukan dengan tujuan memetakan kebutuhan secara cepat bagi masyarakat yang terkena banjir di tiga kabupaten, yakni Sintang Melawi Sekadau.
Asesmen ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi dan keadaan yang dialami oleh masyarakat selama banjir, sehingga dapat menjadi masukan untuk pemerintah maupun lembaga masyarakat.
Analisis dilakukan dengan mengambil data dari penyintas atau korban banjir yang terdampak langsung.
‘Pengambilan data melibatkan berbagai lembaga. Termasuk Pemerintah Kecamatan. Ada 10 kecamatan dan 24 desa di tiga kabupaten yang diambil datanya,” jelasnya
Dari pemetaan ini, beberapa sektor menjadi perhatian diantara soal kesehatan korban banjir dimana ada delapan penyakit yang tercatat di derita masyarakat mulai dari ISPA, diare, penyakit kulit, demam dan sebagainya.
“Paling banyak diare. Namun, untuk beberapa pelayanan kesehatan masih tersedia dan stok obat juga tersedia hingga satu bulan,” ujarnya.
Margareta juga mengungkapkan air bersih dan air minum menjadi kebutuhan yang paling besar untuk korban banjir. Lantaran dari data 76 persen suplai air bersih semakin sulit diakses saat banjir.
“Desa-desa terdampak banjir ini belum 100 persen bebas buang air besar sembarangan dan akses air kebanyakan menggunakan sumber air sungai atau menggunakan sumber penampungan air atau mata air terbuka yang tidak sepenuhnya sehat,” paparnya.
Ia mengatakan, di wilayah yang terdampak bencana banjir, banyak masyarakat yang buang air di tempat terbuka. Hal ini memicu kasus diare tinggi karena terkait sanitasi.
“Banjir menyebabkan penyebaran bakteri e coli semakin meluas karena banyak desa menerapkan belum menerapkan bebas BAB sembarangan dan pembuangan popok bayi sembarangan,” katanya.
Sementara terkait pangan dan gizi, Margareta mengatakan 52 persen responden menyebutkan sulit mengaksesnya Kendala logistik dan cadangan makanan pun hanya cukup untuk satu Minggu.
“Akses makanan sulit dan harga melambung tinggi. Ketersediaan asupan makanan untuk balita serta ibu hamil sangat diperlukan. Kalau banjir terjadi sebulan, maka akan sangat mengganggu,” ujarnya.
Margareta juga menyebutkan banyak bantuan untuk korban banjir tapi tumpang tindih. Ada wilayah yang belum menerima tapi ada juga wilayah yang mendapatkan lebih. Sehingga diperlukan koordinasi terkait distribusi bantuan. Terkait rumah, sebagian besar rumah masyarakat juga tidak mengalami kerusakan karena berbeda banjir yang terjadi di tiga kabupaten ini dengan banjir di wilayah lain seperti di Jawa.
“Di tiga kabupaten bukan kategori banjir bandang. Yang rusak juga masih bisa diperbaiki seperti jendela pintu dan perabotan rumah. Bantuan non pangan, Hygiene Kit hingga pembalut diperlukan,” katanya.
Kepala BPBD Melawi, Syafarudin dalam paparannya menuturkan, banjir pada November merupakan banjir yang ketujuh kalinya melanda kabupaten Melawi. Status siaga banjir bahkan ditetapkan sampai 31 Desember.
“BPBD juga sudah membentuk Satgas Komando Batingsor. Selama banjir dibuka posko di SDN 06 Nanga Pinoh 10 hari. Sempat ditutup, kemudian banjir lagi tiga hari. Kemudian dibuka posko di Puskesmas Kenual,” katanya.
Syafar memaparkan masyarakat terdampak banjir total rumah sebanyak kurang lebih 27 ribu unit dengan total 108.455 jiwa terdampak. Bantuan banjir juga telah disalurkan pada masyarakat terdampak banjir.
“Bahkan sampai hari ini ada donatur yang menyalurkan bantuan mulai dari makanan siap saji, hingga lauk pauk seperti dari BNPB. Dan juga kebutuhan masyarakat di luar sembako,” jelasnya.
Asisten Administrasi dan Umum Setda Melawi, Joko Wahyono yang hadir mewakili Bupati saat membuka kegiatan ini mengatakan Sepanjang 2021 frekuensi kenaikan air menjadi lebih sering dibandingkan tahun sebelumnya.
“Sampai saat ini kita masih belum dapat sepenuhnya mampu meniadakan resiko bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam. Perlu upaya penanggulangan yang dilakukan secara terkoordinasi dan terencana di pemerintahan dan lintas sektor sehingga terbangun kesamaan langkah dalam penanganan penanggulangan bencana yang terpadu dan komprehensif,” katanya.
Joko mengatakan Pemerintah Kabupaten Melawi telah melakukan program tanggap bencana baik saat bencana sedang terjadi maupun saat proses pemulihan setelah bencana dan bantuan pemerintah masih terus di salurkan kepada masyarakat terdampak.
“Pemetaan bersama analisis kebutuhan yang diperoleh dari kaji cepat kepada masyarakat yang terdampak nantinya dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat terdampak selama banjir sehingga kajian ini dapat kita gunakan saat melakukan program-program kesiapsiagaan maupun tanggap bencana banjir,” pungkasnya.