MELAWINEWS.COM-Ratusan Warga Muhammadiyah Kabupaten Melawi mengikuti shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang dilaksanakan di kompleks perguruan Muhammadiyah Nanga Pinoh pada Jumat (21/4).
Shalat Idul Fitri yang dimulai pukul 07.00 wib tersebut berjalan khidmat, gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang mengiringi pelaksanaan shalat. Tampak petugas kesehatan dan aparat kepolisian juga menjaga di sekitar tempat lokasi.
Bertindak sebagai Imam, Bapak Sudirman Momon, sedangkan Khatib adalah Bapak Ali Anshori. Dalam kutbahnya Ali Anshori menceritakan kisah detik-detik wafatnya Rasulullah, kisah ini diangkat untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Dikatakan Ali Anshori, pada kesempatan melaksanakan haji wada, Rasulullah SAW berkhotbah dan beliau menyinggung tentang wahyu terakhir yang baru saja diterimanya dari Malikat Jibril. Rasulullah SAW mengatakan bahwa Jibril tidak akan datang lagi menemuinya. Mendengar berita itu, para sahabat menjadi sangat gembira sebab menganggap bahwa Islam telah sempurna. Sebaliknya, Abu Bakar justru tidak memperlihatkan kegembiraan. Ia nampak sedih dan menahan duka yang mendalam. Saat itu juga ia langsung pulang dan mengunci diri dalam kamar sambil menumpahkan segala kesedihannya.
Melihat Abu Bakar bersikap demikian, para sahabat cepat memburu ke rumahnya dan menanyakan kepada Abu Bakar mengapa ia bersedih dan tidak menampakkan kegembiraan. Abu Bakar menjawab : “Apakah kalian tidak tahu bahwa agama ini telah sempurna kata Rasulullah ? apakah kalian juga tidak menyadari jika datang kesempurnaan itu pertanda akan datang kekurangan ? Tidakkah kalian sadari bahwa hal itu merupakan isyarat bahwa tidak lama lagi Rasulullah bakal berpisah dengan kita selamanya ? Bila Rasulullah telah tiada, apa yang akan terjadi ? Tiada lain, akan muncul berbagai persoalan baru. Sanggupkah kita mengatasi berbagai persoalan itu ? itulah yang aku pikirkan “ kata Abu Bakar panjang lebar.
Mendengar perkataan Abu Bakar tersebut, para sahabat kemudian bergegas menemui Rasulullah SAW dan bertanya : “Benarkah apa yang dikatakan Abu Bakar itu ya Rasul?” “Benar” jawab Rasulullah. Mendengar jawaban tersebut, para sahabat tak kuasa menahan tangis. Mereka merasakan kesedihan yang mendalam karena akan ditinggalkan oleh manusia yang amat mereka cintai.
Betapa tidak, siang dan malam jiwa dan raga dipertaruhkan untuk melindungi keselamatan Rasulullah SAW. Cinta mereka kepada nabinya melebihi segala-galanya. Mereka rela mempertaruhkan jiwa dan raga hanya untuk melindungi keselamatan Rasulullah yang amat mereka cintai. Mereka ikhlas memberikan harta kekayaan miliknya demi perjuangan menegakkan Islam. Sementara yang amat mereka cintai itu kini berada di ambang kematian.
Tak lama setelah itu rasulullah pun sakit keras dan berada dalam keadaan kritis. Rasulullah saat itu sangat tidak berdaya berada di pangkuan putrinya Siti Fatimah. Sesaat ketika malaikat maut menjemput, Rasulullah SAW masih sempat berwasiat dengan ucapan : “Ummati, ummati, ummati (Ummatku, ummatku, ummatku)”. Beliaupun kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir, kembali ke haribaan yang menciptakannya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’un.
Dari ucapannya yang singkat itu, tampak seperti ada yang dicemaskan oleh Rasulullah SAW terhadap ummat yang akan ditinggalkannya. Apa sebenarnya yang beliau risaukan? Apakah beliau kuatir meninggalkan jabatan kenabiannya, meninggalkan harta kekayaan, meninggalkan istri-istri yang mencintainya, ataukah beliau kuatir meninggalkan putra-putrinya? Tidak kaum muslimin.
Rasulullah tidak pernah cemas meninggalkan kedudukannya sebagai nabi dan rasul serta sebagai kepala pemerintahan, sebab Rasulullah bukanlah orang yang haus akan jabatan dan kedudukan. Beliau justru merisaukan ummatnya yang memegang jabatan dan kedudukan tertentu, karena kedudukan dan jabatan terkadang menjadi penyebab putusnya tali silaturrahmi. Karena kedudukan, manusia bisa melupakan Tuhannya; karena kedudukan, manusia berani menggadaikan akidahnya; karena kedudukan, barang yang nyata-nyata haram dapat menjadi halal, judi dikemas menjadi sumbangan berhadiah, prostitusi disulap sebagai panti pijat. Bahkan karena kedudukan pula terkadang manusia sampai hati menjerumuskan saudaranya yang seiman.
Apakah Rasulullah cemas karena akan meninggalkan harta kekayaan? Tidak sama sekali. Sebab Nabi sendiri bukanlah orang kaya. Bahkan beliau dikenal sebagai Abu Masaakin, bapaknya para fakir dan miskin.
Yang dirisaukan Nabi SAW adalah ummatnya yang telah ditunggangi dan dikendaliakan oleh harta kekayaan. Sehingga ada manusia yang hidup dan matinya semata-mata untuk memburu kekayaan, ia tidak lagi ingat untuk beribadah kepada Allah SWT.
Rasulullah risau terhadap perilaku manusia yang kekenyangan sementara tetangganya berada dalam kelaparan. Rasulullah pun risau kepada orang yang selalu bermasa bodoh terhadap saudaranya yang berada dalam kesusahan.
Rasulullah pun sangat kuatir meninggalkan orang yang mabuk kekayaan, yang dengan kekayaannya itu ia sanggup membeli apa saja yang diinginkannya tanpa memperhatikan batasan halal dan haram.
Apakah Rasulullah bersedih karena akan meninggalkan istri-istrinya? Tidak. Karena beliau sangat mengetahui dan percaya akan bakti dan kesetiaan istri-istrinya itu. Yang justru beliau risaukan adalah para istri dan para wanita di akhir jaman nanti. Sebab banyak istri yang tidak lagi merasa berdosa apabila berbuat kesalahan kepada suaminya. Ia merasa memiliki hak yang sama dalam segala hal dengan suaminya, maka untuk keluar rumah pun, ia tidak lagi merasa perlu meminta ijin kepada suaminya.