MELAWINEWS.COM, NANGA PINOH – Sejumlah permainan rakyat biasanya akan muncul saat memasuki Bulan Ramadhan. Salah satunya adalah permainan meriam bambu.
Biasanya, di mayoritas daerah di tanah air, salah satunya di daerah Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, momen permainan meriam bambu ini hanya ada di Bulan Ramadan.
Lain halnya di daerah Sumatera Utara, seperti di daerah Suku Batak, meriam bambu tersebut biasanya dilakukan saat menyambut pergantian tahun Nasional (Bulan Desember).
Maka, untuk memainkan meriam bambu yang biasa diperankan kalangan anak-anak laki-laki ini, harus menunggu satu tahun.
Permainan meriam bambu merupakan permainan tradisional terbuat dari batang bambu sekitar tiga sampai empat ruas yang di isi bahan bakar jenis minyak tanah.
Cara memainkan meriam bambu harus dipancing dengan menggunakan ranting kayu dalam keadaan terbakar kemudian dimasukkan ke lubang sumbu yang berisi minyak dan potongan kain sebagai sumbunya, sehingga bisa mengeluarkan suara keras layaknya sebuah meriam asli.
Tidak butuh waktu yang lama, cukup sekitar 1-2 menit ketika sudah dipanaskan, meriam bambu akan mengeluarkan bunyi dentuman. Semakin panas bambu, biasanya semakin kuat bunyinya. Tapi, jarang pula, meriam bambu ini bisa pecah setelah beberapa kali dibunyikan.
Mereka bermain di lingkungan rumah masing-masing, seolah-olah sedang berlawanan sama meriam bambu milik anak tetangga lainnya. Mereka akan senang ketika meriam bambu miliknya memiliki bunyi dentuman yang sangat kuat yang juga bisa menggetarkan lingkungan sekitar.
Meski saat ini meriam bambu sudah jarang dimainkan karena berbagai faktor yang ada. Namun, beberada daerah desa di Kabupaten Melawi, masih mendengar dentuman bambu tersebut selama bulan suci Ramadhan.
Namun kini tradisi ini pun kian ditinggalkan. Hanya tinggal seberkas kenangan tradisi Ramadhan di Kabupaten Melawi khususnya.
Davi (13), warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Nanga Pinoh, mengaku suka dengan permainan meriam bambu ini, namun, permainan ini semakin ditinggalkan anak-anak seusianya.
“Hingga menjelang akhir Bulan Ramadhan kali ini hampir tidak ada lagi saya dengan dentuman meriam bambu ini, saya juga belum tau apa penyebab semakin hilang tradisi ini,” keluh Davi.
Ia mengakui, permainan meriam bambu ini memang mendatangkan bunyi yang sangat keras sehingga ada sebagian warga merasa terganggu.
Selain itu, lanjutnya, kadang bisa juga membawa petaka kepada yang memainkan meriam bambu tersebut, tak jarang sering mengalami kebakaran di wajah dan tangan.
Dikatakan, permainan meriam bambu saat ini khususnya di Desa Sidomulyo sudah mulai sulit ditemukan. “Selain karena tergeser oleh berbagai macam jenis permainan modern juga karena sulit mendapat bambu,” kata Davi.